REVIEW BUKU PEMPEK PALEMBANG
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Penulisan Kreatif
yang dibina oleh Ibu Sumarni Bayu
Anita, S.Sos., M.A
SEKOLAH
TINGGI ILMU SOSIAL DAN POLITIK
CHANDRADIMUKA
PALEMBANG
2016
A. IDENTITAS
Judul Buku
|
:
|
Pempek Palembang : Mendeskripsikan
Identitas Wong Kito Melalui Kuliner Lokal Kebanggan Mereka
|
Penulis
|
:
|
Sumarni Bayu Anita
|
Penerbit
|
:
|
Leutikaprio
|
Cetakan
|
:
|
Pertama, Maret 2014
|
Jumlah Halaman
|
:
|
Xii + 190 hlm.; 13x19 cm
|
B.
PENDAHULUAN
Buku
yang ditulis oleh Sumarni Bayu Anita merupakan
buku pembuatan pertama. Pada buku kali yang di tulis oleh Sumarni Bayu Anita
memiliki banyak pengetahuan yang ada di Palembang melalui kuliner dan untuk
memberikan dalam menemukan sumber informasi tentang cara mengadakan yang ada di
dalam buku. Selain itu, Sumarni Bayu Anita mengulas berbagai macam cara
penelitian beserta dengan contohnya. Semoga apa yang disampaikan dalam mereview
ini dapat bermanfaat kepada pembaca mengenai apa yang di tulis oleh Sumarni
Bayu Anita.
A. Ringkasan
Bab
Edisi
Pertama dari buku Sumarni Bayu Anita mengenai Pempek Palembang ini terdiri atas
5 bab. Buku ini merupakan isi tentang dekripsi kuliner melalui
pempek yang ada di Palembang. Menurut Sumarni Bayu Anita buku ini di ciptakan
untuk menambah pengetahuan tentang Palembang beserta isinya.
Dari
lima bab dalam buku Sumarni Bayu Anita adalah sebagai berikut:
Bab 1 : Pendahuluan
-
Pempek : Kuliner Khas Palembang
-
Kajian Tentang Makan dan Makanan
-
Teori Identitas Melalui Makanan
Bab 2 : Wong Kito dan Kotanya
Bab 3 : Wong KIto dan Kulinernya
Bab 4 : Wong
kito dan Pempeknya
Bab 5 :
Penutup
Adapun
uraian singkat dari masing – masing bab, akan direview sebagai berikut :
Bab 1 :
Pempek : Kuliner
Khas Palembang
Pempek
merupakan salah satu kuliner khas sumatera selatan umumnya dan Palembang
khususnya. Menurut Made Astawan (2010), pempek adalah produk pangan tradisional
yang dapat digolongkan sebagai gel ikan, sama halnya seperti otak-otak atau
kamaboko di jepang.
Bagi masyarakat Kota Palembang dengan luas wilayah 400,62
dan jumlah penduduk sekitar 1.451.776 jiwa
ini, pempek dapat dimakan setiap saat, khususnya sebagai makanan selingan,
tanpa mengenal waktu. Pempek terbuat dari bahan dasr ikan giling, tepung sagu,
air, dan garam ini seelain memiliki nilai budaya juga memiliki nilai ekonomi
dan gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi pada pempek adalah protein, lemak,
dan karbohidrat yang diperoleh dari ikan dan tepung sagu. Ikan yang digunakan
untuk pembuatan pempek sejatinya adalah ikan belida. Namun, karena semakin
langka ikan purba yang mendiami sungai musi menjadikan banyak variasi ikan yang
bisa dijadikan bahan untuk membuat pempek.
Definisi sebagai wong kito semakin menguat seiring dengan
perilaku tetap mengkonsumsi pempek meskipun sedang tidak berada di Palembang.
Bahkan, bila kepribadian wong Palembang semakin tinggi untuk lebih menyukai
pempek mereka memilih langsung diprduksi dari Palembang ketimbang dari kota-kota
lain. Kenyataan ini berdampak pada terjadinya penguatan identitas kuliner yang
berasal dari Palembang.
Kajian Tentang
Makan dan Makanan
Makana sebagai pembentuk identitas. Identitas etnik dalam
hal ini dapat dikenali dari masakan etnik yang punya karakteristik rasa
khsusus. Contohnya, makanan minahasa ditandai dengan banyaknya pengunaan cabe
dalam mengelolah daging anjing, tikus, atau kelelawar. Kuatnya rasa cabai,
bahkan menghilangkan rasa daging itu sendiri(weichart,2004:67). Makanan yang
dianggap sebagai lambang identitas suku bangsa atau nasional adalah makanan
yang berasal atau dianggap dari kelompok itu sendiri.
Teori Identias
Melalui Makanan
Dalam perkembangan kebudayaan, dengan adanya
kontak-kontak social, ekonomi, udaya, dan politik. Adapun tiga bentuk menurut
koentjaraningrat(1986), anta lain :
1.
Cultural system
2.
Social system
3.
Material culture
Ketiga
bentuk kebudayaan itu merupakan satu system yang sangat erat kaitannya satu
sama lain.
1.
Identitas
Identitas
bukanlah lawan dan perbedaa, namun tergantung pada perbedaan. Dalam hubungan
social, bentuk-bentuk perbedaaan yang berkarakter simbolis dan social ini
dimapankan, paling tidak untuk sebagaian, lewat proyek bernama system
penggolongan. Berikut akan ditelaah lebih jauh pentingnya penggolongan dalam
budaya dan makna, dengan kasus sehari-hari, yaitu makanan.
2.
Identitas
Melalui Makanan
Masakan adalah cara yang paling
universal untuk mengubah sesuatu dari alamiah menjadi budaya. Masakan juga
sebuah Bahasa yang lewatnya kita berbicara tentang diri kita dan tempat kita di
dunia.
Mengonsumsi makana juga bisa
mempunyai dimensi politis. Semua makanan, demikian pendapatnya, bisa dibagikan
kedalam skema pengolongan ini.
(
MENTAH > MASAK > BUSUK )
Bab 2 :
Wong Kito
dan Kotanya
Identitas
disini bekanlah esensi namun lebih dimengerti sebagai konstruksi, sesuatu
dimana individu bertanggung jawab atas pembentukannya. Identitas kemudian dapat
menjadi sebuah proses negosiasi dalam kemejemukan, sebuah strategi yang mana
identitasnya senantiasa dalam gerak perubahan, berada dibawah paying daya-daya
kultural dan social yang melampaui batasan-batasan kebangsaan, ras, kesukuan,
agama, dan gender. Demikian halnya yang terjadi pada penduduk asli atau bumi
putra yang berada dikawasan kota Palembang, sumatera selatan yang dikenal
dengan sebutan wong kito.
# Migrasi
Perantauan Menuju Palembang
Menurut pendapat para ahli, pada periode 40.000 tahun
yang lalu jenis manusia purb meganthropus, pithecanthropus dan jenis homo telah
mengalami kepunahan (Utomo, 2012). Proses migrasi awal menunjukan bahwa
populasi kepulauan Indonesia berasal dari bangsa Australia Melanesia
(Australoid) Mongoloid ( Atau lebih khusus lagi adalah mongoloid selatan.
Setelah itu dating lagi gelombang migrasi kedua, yaitu bangsa melayu,
protomelayu atau melayu tua yang berasal dari yunan atau wilayah provinsi cina
bagian selatan.
Hal ini juga menyebabkan kota Palembang memiliki beberapa
wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas, seperti kamoung Al
Munawaar, Kampung Assegaf, Kampung Al habsyi, kuto batu, Kampung Jamalullahi,
dan Kampung Alawiyyin yang merupakan wilayah komunitas Arab serta kampong
kapitan dan rumah rakit di sungai Musi sebrang ulu yang merupakan wilayah
komunitas cina.
# Hibriditas Ras
CIna di Palembang
Pendatang cina terduga masuk Palembang pada masa
kehancuran Kerajaan Sriwijaya sampai sebelum Kerajaan Palembang berdiri, atau
tepatnya pada tahun1365-1407. Dengan watak sebagaia pedagang, maka mereka lahir
kembali sebagai pedagang di Palembang.
# Siapo Wong Kito?
Kata Wong yang berarti orang jelas sebuah berasal dari
Bahasa jawa. Hal ini ditengarai bila para pemimpin terakhir orang Palembang
sebelum kolonialisme dating terbingkai dalam system kekuasaan feodalisme
kesultanan Palembang Darussalam yang merupakan manusia-manusia dari tanah jawa.
Sementara orang Palembang menyebut diri mereka sebagai wong kito atau wong kito
galo. Sebutan wong kito galo menjadi lebih lekat didengar sejak tim sriwijaya
fc Palembang Berjaya memenangkan pertandingan tingkat nasional.
Ada tiga hal yang bisa membuat seseorang itu bisa disebut
sebagai orang Palembang, yakni dari garis keturunan, dimisili, dan perkawinan.
# Sejarah Kota Palembang
Menurut prasasti yang berangka tahun 16 juni 682 masehi,
saat itu penguasa Sriwijaya Dapuntahi yang medirikan wanua(perkampungan) di
daerah yang sekarang dikenal sebagaiKota Palembang.
Berdasarkan topografinya, kota ini dikelilingi olehair,
bahkan terendam oleh air yang bersumber baik dari sungai maupun rawa, juga air
hujan.
Factor inilah yang membuat Palembang menjadi ibukota
Sriwijaya, yang merupakan kekuatan politik dan ekonomi di zaman klasik Asia
tengara.
1.
Masa Kerajaa Sriwijaya
2.
Masa Perampok Cina
3.
Masa Kesultanan Palembang Darussalam
4.
Masa Kolonialisme Belanda
5.
Masa Penduduk Jepang
6.
Kota Palembang Kini (Dibawah Naungan NKRI)
Bab 3 :
Wong Kito
dan Kulinernya
Arthur
Asa Berger(2005) yang menyatakan bahwa makanan bisa menjadi salah satu tanda
yang menyatakan identitas nasional, demikian halnya dengan makanan-makan yang
berasal dari Kota Palembang yang juga menjadi salah satu pendukung varian
kuliner nusantara.
# Kuliner Palembang dan budayanya
Kebanggan wong Palembang terhadap keragaman kulinernya
juga ditunjukkan oleh beberapa tokoh Palembang. Sebut saja Marzuki alie, Hatta
Rajasa dan Alex Noerdin yang kompak memperkenalkan makanan khas Palembang di
event “The Ancient Heritage Of Sriwijaya” yang berlangsung di Jakarta.
# Pempek:
Hibriditas Kuliner Wong Kito
Bagi wong kito, saat mendenger kata pempek maka yang
otomatis mereka rasakan, bayangkan, dan pikirkan adalah kenikmatan konsumsi
pempek dan cukonya itu sendiri sekaligus visualisasi Kota Palembang yang
terlintas di otak dan benak mereka.
Dari terminology penamaan pempek sendiri ada dua versi
cerita, yakni :
1.
Pempek berasal dari kata “apek”, yang dalam Bahasa cina
berarti laki-laki tua yang diceritakan sebagai orang yang pertama kali menjual
panganan yang terbuat dari ikan dan tepung sagu di sekitar Sungai Musi.
2.
Pempek berasal dari kata “dimpek-mpekkan”, yang dalam Bahasa
Palembang adalah istilah cara membuat panganan yang terbuat dari ikan dan
tapioca itu sendiri yang “dimpek-mpekkan”(diuleni berulang kali).
#
Pempek dalam kaca mata straussian
Masakan adala cara yang paling universal untuk mengubah
sesuatu dari alamiah menjadi
budaya.
1.
Tataran Bahan Mentah
2.
Tataran Proses Memasak Pempek
# Pempek: Aspek Penamaan dan Karakteristik
Dipahami art nama bagi kita masih dianggap penting Karena
dari nama tersebut kita dapat
Meneliti sejarah nama itu
atau mungkin kita dapat menarik kesimpulan apa dan mengapa nama tersebut
diberikan. Namun, seperti penamaan untuk Palembang sendiri, nama untuk pempek
ini sesungguhnya ikut menjelaskan tentang karakteristik orang Palembang.
Berikut, kita dapat mengira bahwa nama-nama tersebut
muncul hanya karena alesan-alesan yang sederhana.
1.
Pempek Besar
Ada dua golongan
sebagai pempek besar, yakni pempek lenjer dan pempek kapal
selam.
2.
Pempek Kecil
Ada tujuh jenis pempek yang digolongan sebagai pempek kecil,
yakni:
1.
Lenjer kecil
2.
Telur kecil
3.
Keriting
4.
Pistel
5.
Adaan
6.
Tahu
7.
Kulit
3.
Pempek panggang
Terdiri dari :
pempek panggang, pempek lenggang, Otak-otak.
4.
Pempek Non-ikan
1.
Dos lenjer
2.
Belah
3.
Dos telur kecil
4.
Dos pistel
5.
Dos isi udang
6.
Dos nasi
7.
Pempek udang
8.
Pempek gandum
5.
Penganan Turunan Pempek
1.
Tekwan
2.
Model
3.
Laksan
4.
Celimpungan
5.
Rujak mie
6.
Kempalng dan kerupuk
Bab iv
Wong
Palembang dan Pempeknya
Makanan pokok wong Palembang itu pempek,” menjadi kalimat
identitas yang kerap kali
muncul laksana segurat
hokum alam yang akan selalu dikenakan bagi mereka yang mau dikatakan sebagai
wong Palembang.
#
Pempek: Produk Budaya Vs Produk Pasar
Sejak kecil pempek diperkenalkan dirumah oleh ibu, ditemui
dikantin sekolah, kampus,
kanto dan pasar. Pempek
juga dapat dijumpai di tokok-toko, diemperan, dan ada juga yang menjual dengan
cara berjalan masuk ke perkampungan sambil bersepeda, sambil membawa rantang,
atau sambil membawa bakul.
#
Pempek kelas atas sebagai wacana dominan
Dari identifikasi model ini, nyatanya pempek bagi wong
Palembang memang menciptakan
kelas-kelas yang
berdampak pada perilaku meraka sendiri dalam mengkonsumsinya.
Segi harga merupakan identifikasi kelas paling mudah untuk
membedakan pempek-
pempek yang dijual di
Palembang. Harga yang tertara di table pembedaan kelas pempek sendiri merupakan
patokan harga untuk sebuah pempek kecil, yakni bawah (Rp500-Rp1.000), menengah
//9Rp1.000-Rp3.000), dan atas (Rp3.000 ke atas). Harga ini muncul disebabkan
karena bahan pempek itu sendiri, yakni jenis dan takaran ikannya, juga dengan
melihat tempat dimana pempek itu dijual.
#
Relasi Kuasa Antara Wong Kito dan Wacana Dominan Atas Pempek.
Pempek merupakan sebuah makanan rakyat yang lahir dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat, tetapi pada saatu
pempek berkembang sekarang, dia tidak dilihat lagi sebagai makanan yang
menyuarakan semangat perjuangan atas pihak lemah tersebut, malahan pempek
menjadi gaya hidup kaum menengan atas dengan menganggapnya sebagai sebuah
makanan mahal dan sulit dibuat.
# Pempek
sebagai konstruksi Identitas kultural Wong Kito
Pempek adalah sumber bagi kontruksi identitas kultural
sebagaimana wongkito menjalankan identitas kultural dan kompetensi kultural
mereka untuk men-decode jenis pempek dengan cara tertentu.
Berikut ini visualisasi tempat-tempat jualan pempek untuk
memperkuat gambaran mengenai hal ini.
1.
Pempek Kantin Sekolah
2.
Pempek Gerobak atau Kaki Lima
3.
Pempek mamang sepeda
4.
Pempek rantang
5.
Pempek pasar
6.
Pempek took kecil
7.
Pmepek hypermarket
8.
Pempek restoran
9.
Website-website pempek online
# Pempek Bagi Wong Kito:
Pendefinisian Ulang dan Reproduksi
Pempek
sebagai identitas wong kito juga dapat ditinjau memalui bagaimana
merekamelakukan pendefinisian ulang dan reproduksi atas pempek melalui
pernyataan dalam bentuk symbol, gambar, atau pantun yang dapat dilihat dari
kreatifitas mereka mengubah lagu mengenai Pempek Kapal Selam.
1.
Penjual pempeknya harus wong Palembang
2.
Bahan baku pempeknya berasal dari Palembang
3.
Standart pengelolahnya sama seperti pempek di Palembang
# Pempek pemersatu Wong Kito
Tidak hany menjadi makanan fisiologis semata, namun lebih
dari itu. Pempek bagi wong
Palembang juga mengandung
nilai-nilai kebersamaan, kebanggaan, dan jati diri.
Selain sebagai pemersatu, pempek bagi wong Palembang juga
dapat digunakan sebagai kontruksi dalam membangun identitas ke-lokal-an mereka.
Kelebihan dari buku Pempek Palembang, antara lain :
1.
Menambah pengetahuan tentang kuliner khusunya pempek
Palembang.
2.
Menambah pengetahuan tentang asal mula kota Palembang melalui
kerajaan di jaman kejayaan kesultanan.
3.
Memberi pelajaran dalam membuat pempek
4.
Dan buku ini juga tidak hanya tentang pempek ataupun kotanya
tetapi ini memnjadi bagian bahwa buku ini memberi tahu bahwa pempek adalah
identitas dimana makanan itu lahir.
Kekurangan dari buku Pempek Palembang, antara lain :
Buku
ini diterbitkan karena sudah cukup baik untuk di sebarkan oleh karena itu
kekurangan dalam buku ini sulit untuk menemukannya.